Sabtu, 10 Juli 2010

Asal muasal adenium

Hobiis adenium layak berterima kasih kepada Pehr Forrskal. Berkat publikasi yang dilakukan ahli botani asal Swedia itu, adenium kini dikenal luas di berbagai penjuru dunia. Sejarah mencatat, Pehr orang Eropa pertama yang menemukan dan menyadari keindahan adenium. Pada 1761 ia melakukan ekspedisi ke Arab, Mesir, dan India atas budi baik raja Denmark. Sang rajalah yang mendanai perjalanan ke Timur Tengah dan Asia Selatan itu.

Akhirnya, 44 tahun berselang nama itu diralat oleh Johann. J Roemer dan Joseph. A Schultes, pada 1819. Kedua peneliti itu menyebut tanaman berbunga cantik itu dengan adenium sebagai penghormatan terhadap Yaman, daerah asal tumbuhnya. Nama itu diambil dari kata Oddaeyn, sebutan orang Arab pada kota Aden. Sekarang Aden adalah ibukota Yaman. Pada masa lalu Oddaeyn disebut Yemen oleh Inggris.

Adenium masuk dalam famili Apocynaceae dan banyak tersebar di daerah tropis. Ia satu kerabat dengan alamanda, carissa, beaumontia, mandevillea, plumeria, dan nerium. Adenium yang umum dikenal di Indonesia adalah Adenium obesum. Di negara lain, ia disebut karoo rose, impala lily, dan sabi star. Di Thailand disebut chuan chom, di Taiwan disebut sa-mo-mei-guei. Namun, ia paling dikenal dengan desert rose, nama internasional.

Dihabitat asalnya, adenium tumbuh menyemak dengan ukuran besar, terutama jenis Adenium arabicum dan A. socotranum. Di Afrika Selatan dan Arab, tanaman ini mampu mencapai ketinggian 12 meter. Di sana, adenium tumbuh liar karena manfaatnya belum diketahui. Misalnya saja di Pulau Socotra, Yaman, adenium hampir tak tersentuh. Penyebabnya terdapat getah yang mengandung crystalline glycoside pemicu iritasi kulit.

Bahkan oleh sebagian penduduk Heikom, Namibia, getah adenium digunakan sebagai racun dan dilumuri di anak panah untuk berburu.Namun, di Zimbabwe getahnya digunakan untuk menangkap ikan. Caranya, getah adenium dibuang ke sungai, tak beberapa lama ikan-ikan akan tampak mengambang karena keracunan getah. Dengan demikian ikan mudah diambil tanpa merusak ekosistem sungai.

Walaupun beracun, anggota famili Apocynaceae itu juga dimanfaatkan sebagai obat, seperti malaria. Di Kalahari selatan, Afrika, orang memakai subspesies oleifolium sebagai salep untuk mengatasi gigitan ular dan sengatan kalajengking. Ada pula yang mengolah akar menjadi ekstrak untuk tonik dan obat demam.

Koliya—sebutannya di Kenya—juga dimanfaatkan untuk diuretik atau peluruh urine. Peternak di Zimbabwe mengolah umbi varietas multiflorum untuk mengatasi diare pada ayam. Caranya dengan merendam umbi dalam air minuman unggas.

Dalam perkembangannya, adenium lebih banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena memiliki motif dan warna yang beragam dan cantik. Itu setelah dihasilkan varietas baru hasil persilangan antar spesies.

Sumber : Majalah Trubus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar